Luwu, News  

Aliansi Masyarakat dan Mahasiswa Bua Demo PT BMS, Tuntut Transparansi dan Prioritas Tenaga Kerja Lokal

LUWU, TEKAPE.co – Ratusan warga dan mahasiswa di Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat dan Mahasiswa Bua, kembali menggelar aksi unjuk rasa.

Aksi kali ini dilakukan di depan gerbang utama PT Bumi Mineral Sulawesi (BMS), Rabu (27/10/2025).

Massa menuntut perusahaan menolak segala bentuk pengurangan tenaga kerja lokal, memberdayakan masyarakat sekitar, serta membuka data tenaga kerja secara transparan dengan komposisi 70 persen pekerja lokal dan 30 persen non-lokal.

Demonstrasi tersebut disertai pemblokiran Jalan Trans Sulawesi selama sekitar dua jam, yang menyebabkan kemacetan panjang. Massa juga membakar ban sebagai simbol protes terhadap kebijakan perusahaan.

Empat Tuntutan Utama

Jenderal lapangan aksi, Aswin, menyampaikan empat poin utama yang menjadi tuntutan masyarakat.

“Tuntutan kami, satu, tolak segala bentuk pengurangan tenaga kerja lokal. Dua, berdayakan masyarakat lokal. Tiga, transparansikan tenaga kerja lokal PT BMS. Empat, transparansikan terkait tenaga kerja lokal 70/30 persen,” ujar Aswin dalam orasinya.

Ia menegaskan bahwa aksi ini merupakan bentuk perlawanan terhadap kebijakan perusahaan yang dinilai tidak berpihak pada masyarakat lokal.

Salah satu peserta aksi, Kurniawan, mengatakan keresahan warga muncul karena proses rekrutmen tenaga kerja yang dinilai tidak sesuai dengan komitmen awal perusahaan.

“Dari 10 tahun yang lalu PT BMS yang sudah hadir di sini menjanjikan kepada masyarakat akan memberdayakan masyarakat lokal.”

“Perjanjian itu secara seksama tertera dengan jelas dalam dokumen Amdal untuk memprioritaskan masyarakat lokal. Dalam dokumen Amdal itu juga ada kontrak sosial antara perusahaan dan masyarakat,” ujarnya.

Kurniawan menolak keputusan perusahaan yang memutus kontrak kerja secara serta merta terhadap para tenaga kerja lokal.

“Kebanyakan karyawan kontraktor itu masyarakat Bua, mereka yang menggali dari nol pabrik BMS di dalam. Saya masih ingat pernyataan perusahaan akan memprioritaskan karyawan ini untuk bekerja di pabrik 2,” katanya.

Ia juga meminta perusahaan membuka data tenaga kerja secara terbuka.

“Kami juga sampaikan, berapa jumlah masyarakat Kecamatan Bua? Beranikah bapak sebut berapa karyawan dari desa Toddopuli, Bukit Harapan, Lare-lare, dan desa lainnya? Kami minta transparansi data tenaga kerja lokal,” ujar Kurniawan.

Sementara itu, Kepala Desa Padang Kalua, Umi, turut serta dalam aksi tersebut. Ia menyebut unjuk rasa ini merupakan bentuk kekecewaan masyarakat terhadap kebijakan PT BMS yang dinilai tidak berpihak pada tenaga kerja lokal.

“Hari ini kami berdiri di sini bersama seluruh masyarakat Bua dan mahasiswa Bua untuk memperjuangkan nasib tenaga kontrak yang baru-baru ini diputuskan kerja oleh BMS. Ada yang lolos rekrutmen internal, tapi lebih banyak yang tidak, sekitar 75 persen tidak lolos,” kata Umi di lokasi aksi.

Umi menilai perusahaan harus membuka daftar nama karyawan yang diterima melalui jalur internal maupun umum agar publik mengetahui sejauh mana prioritas diberikan kepada warga lokal.

Ia juga menyoroti pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tanpa kompensasi.

“PHK yang dilakukan BMS seharusnya disertai kompensasi sesuai PP Nomor 35 Tahun 2021, yaitu satu bulan gaji. Tapi mereka tidak dapat apa-apa.

Besok kami diundang untuk rapat dengar pendapat (RDP) dengan manajemen BMS dan DPRD. Semoga ada titik temu dari tuntutan masyarakat,” ujarnya.

Penjelasan PT Bumi Mineral Sulawesi

Site Manager PT BMS, Muh Aldin, Saat Menemui Massa unjuk rasa, di depan gerbang utama PT Bumi Mineral Sulawesi (BMS) pada Senin, 27 Oktober 2025.

Menanggapi aksi tersebut, Site Manager PT BMS, Muh Aldin, menemui langsung massa di depan gerbang utama perusahaan. Ia menjelaskan bahwa pembangunan Pabrik 2 PT BMS telah selesai, sehingga kontrak kerja para tenaga proyek juga berakhir.

“Sesuai rilis yang kami sampaikan sebelumnya bahwa Pabrik 2 itu sudah selesai, konstruksi untuk RKEF. Sebagaimana proyek lainnya, kalau pekerjaannya sudah selesai, kontraktornya juga ikut selesai.”

“Sama halnya kalau kita bangun rumah, kalau sudah selesai, tukangnya tidak mungkin kita gaji tanpa ada pekerjaan. Begitu mungkin analoginya,” kata Aldin.

Aldin mengatakan bahwa penghentian kontrak tersebut telah diketahui pekerja sejak dua bulan sebelumnya.

“Tanggal 31 Oktober sebenarnya itu bukan hal yang baru karena teman-teman karyawan sendiri sudah tahu dari dua bulan yang lalu,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa ekspansi BMS yang direncanakan hingga enam tungku produksi saat ini ditunda karena kondisi investasi smelter sedang tidak stabil.

“Yang sangat kami sayangkan, dari PT BMS ekspansinya kami tunda dulu. Jadi sebenarnya seperti yang dijanjikan manajemen sebelumnya bahwa BMS akan ekspansi sampai tungku 6. Tapi karena kondisi iklim investasi smelter kurang bagus, terutama di bulan Juni kemarin, banyak smelter-smelter yang tutup,” katanya.

Muh Aldin menjelaskan penundaan ekspansi tersebut berdampak pada pembatasan kontrak kerja di area proyek.

“Ekspansi BMS yang ditunda ini sejak bulan Juni–Juli, maka dari itu diputuskan sesuai agenda proyek, kontrak pekerja yang bekerja di area kami sudah kami batasi.

Ini semua karyawan sadari, dan sudah kami pertimbangkan bagaimana solusinya, terutama bagi mereka yang punya kontribusi sejak awal pembangunan hingga proses komisioning,” ujarnya.

Perusahaan Klaim Prioritaskan Pekerja Lokal

Muh. Aldin menyebut perusahaan tetap memberikan prioritas bagi karyawan lama untuk masuk ke Pabrik 2.

“Apa yang kami lakukan dari perusahaan untuk karyawan-karyawan yang akan berakhir kontraknya itu adalah memprioritaskan untuk masuk ke pabrik. Skemanya kami dahulukan yang internal. Kami memberikan apresiasi dan prioritas terhadap karyawan-karyawan yang sama-sama mulai dari pondasi sampai pekerjaan akhir. Itu yang kami lakukan,” katanya.

Ia juga menegaskan proses rekrutmen dilakukan secara terbuka.

“Transparansi tenaga kerja yang kami anggap di sini adalah proses perekrutan yang kami lakukan secara terbuka. Kami sampaikan ke Disnaker, hadir di RDP, dan mengumumkannya melalui website. Itu bentuk transparansi yang kami lakukan di PT BMS,” ujar Aldin.

Menurut dia, sebagian besar pendaftar berasal dari Luwu.

“Berdasarkan desakan publik dari mitra perekrutan, kami minta sesuai KTP. Angkanya keluar 72 atau 73 persen dengan kode 7317. Ini tidak termasuk warga Luwu yang lama menetap di sini,” jelasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *